Gelombang Aksi Baru di Senayan
Jakarta kembali diguncang aksi demonstrasi besar pada Kamis siang (28/8/2025). Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas turun ke jalan menuju kompleks DPR/MPR RI, Senayan, untuk menolak kebijakan kenaikan tunjangan bagi anggota DPR yang dinilai tidak berpihak pada rakyat. Aksi ini menambah deretan gelombang protes yang sudah terjadi sejak awal pekan.
Latar Belakang Kebijakan
Isu bermula ketika DPR mengumumkan kenaikan tunjangan anggota dewan dengan alasan “penyesuaian biaya hidup di Jakarta.” Kenaikan ini mencapai 25–30% dari tunjangan lama, memicu kritik publik yang sedang menghadapi tekanan ekonomi akibat kenaikan harga kebutuhan pokok. Para mahasiswa menyebut kebijakan tersebut bentuk ketidakpekaan elit politik terhadap kondisi rakyat kecil.
Jalannya Aksi
Sekitar pukul 13.00 WIB, massa mulai memadati Jalan Gatot Subroto hingga pintu masuk Senayan. Mereka membawa spanduk bertuliskan “Tolak Privilege DPR!” dan “Uang Rakyat untuk Rakyat, Bukan Elit!”. Orasi dilakukan bergantian, diiringi musik perlawanan dan teatrikal mahasiswa yang menampilkan simbol “elit koruptor”.
Namun, ketegangan meningkat ketika sebagian demonstran mencoba menerobos pagar kawat berduri. Aparat kepolisian yang berjaga langsung menghalau dengan gas air mata. Bentrok pun tak terhindarkan. Beberapa mahasiswa dilaporkan mengalami luka ringan akibat tembakan gas air mata dan dorong-dorongan dengan aparat.
Respons Pemerintah dan DPR
Ketua DPR Puan Maharani dalam konferensi pers menegaskan bahwa kenaikan tunjangan telah melalui mekanisme resmi dan disebut sebagai “penyesuaian wajar.” Namun, pernyataan ini justru menyulut reaksi negatif di media sosial. Tagar #TurunkanPrivilege dan #DPRTidakPeka masuk jajaran trending topik Twitter/X Indonesia.
Di sisi lain, Kapolda Metro Jaya menyampaikan pihaknya tetap mengedepankan pendekatan persuasif, namun menegaskan “tidak akan membiarkan aksi anarkis mengganggu ketertiban umum.”
Dampak Sosial dan Politik
Bentrok ini menjadi sorotan luas, bukan hanya di media nasional, tetapi juga media internasional yang menyoroti “kesenjangan antara elit politik dan generasi muda Indonesia.” Sejumlah pengamat politik menilai aksi mahasiswa bisa menjadi katalis lahirnya gerakan sosial lebih besar, mengingat isu kesejahteraan rakyat kerap kali diabaikan.
Selain itu, pelaku usaha di sekitar Senayan juga terdampak. Beberapa restoran dan toko kecil tutup lebih awal untuk menghindari kerusuhan. Transportasi publik pun dialihkan, menyebabkan kemacetan panjang di kawasan Sudirman–Thamrin.
Analisis dan Prediksi
Jika DPR tidak segera membuka ruang dialog, protes diprediksi akan terus meluas. Gelombang unjuk rasa mahasiswa bisa bergabung dengan elemen buruh dan masyarakat sipil lainnya. Hal ini berpotensi menjadi gerakan “multi-aktor” seperti aksi besar 1998, meski dalam konteks yang berbeda.
Di sisi lain, pemerintah perlu mengelola komunikasi publik secara hati-hati. Alih-alih defensif, langkah kompromi seperti menunda atau meninjau ulang kenaikan tunjangan bisa meredakan ketegangan sosial.